::: Tinjauan Syariah Hukum Memakai Atribut Natal Bagi Muslim :::

::: Tinjauan Syariah Hukum Memakai Atribut Natal Bagi Muslim ::: - Hallo sahabat Kisah Inspiratif Muslim, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul ::: Tinjauan Syariah Hukum Memakai Atribut Natal Bagi Muslim :::, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel MUSLIM HARUS TAHU, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : ::: Tinjauan Syariah Hukum Memakai Atribut Natal Bagi Muslim :::
link : ::: Tinjauan Syariah Hukum Memakai Atribut Natal Bagi Muslim :::

Baca juga


::: Tinjauan Syariah Hukum Memakai Atribut Natal Bagi Muslim :::

[Pertanyaan]

Assalamu 'alaikum wr. wb.

1. Siapakah sinterklas atau santa claus itu ? Apakah merupakan bagian dari agama nasrani ataukah hanya tokoh rekaan saja ?

2. Bagaimana hukum seorang muslim bila mengenakan pakaian khas sinterklas itu?

Wassalam

[Jawaban Ustadz Ahmad Sarwat, Lc., MA]

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

A. Sosok Sinterklas atau Santa Claus

Kalau kita telaah lewat beberapa litratur sesungguhnya tokoh sinterkals atau santa claus ini adalah dua tokoh yang berbeda. Namun keduanya sama-sama tokoh rekaan yang wujud aslinya tidak pernah ada. Ada begitu banyak versi yang saling tumpang tindih. Salah satunya menyebutkan bahwa keduanya adalah tokoh yang diciptakan orang dengan mengambil inspirasi dari sosok seorang pendeta yang bernama Santo Nikolas.



1. Sosok Asli : Santo Nikolas

Sosok yang konon disebut sebagai sosok aslinya adalah seorang pendeta nasrani bernama Santo Nikolas. Konon lahir sekitar tahun 280M di Turki dari ayah seorang Arab. Sumber lain menyebutkan namanya Santo Nikoas dari Myra yang hidup pada abad ke-4 Masehi.

Sosok Santo Nikolas inilah yang banyak disebut-sebut merupakan inspirasi utama figur orang kristen tentang Sinterklas atau Santa Claus. Konon Nikolas adalah seorang uskup yang sangat terkenal akan kebaikannya memberi hadiah untuk orang miskin. Dia digambarkan berjanggut dengan jubah resmi sebagai uskup, lengkap dengan tongkatnya.

Namun kisahnya kurang valid sehingga menimbkan banyak sekali versi sosok yang berbeda-beda. Tiap negeri punya cara penggambaran yang saling berbeda dengan negeri lainnya. Jangan kaget kalau sosok ini muncul di berbagai negara dengan versi yang berbeda-beda.

Pada cerita rakyat Belanda, Santo Nikolas alias Sinterklas ini dibantu oleh seorang budak Afrika yang disebtt Zwarte Piet (di sini dikenal sebagai Piet Hitam). Beberapa cerita melukiskan bahwa Piet Hitam akan memukul anak nakal dengan tongkat dan memasukkannya ke dalam karung. Gambar Sinterklas dan Piet Hitam seperti terlihat di samping (gambar diambil dari Wikipedia).

Karena kedekatan histori antara Indonesia dan Belanda, maka dapat dimaklumi bahwa cerita rakyat Belanda ini-lah yang lebih tersohor di Indonesia. Padahal selain berdasarkan cerita rakyat Belanda, masih ada beberapa versi cerita Sinterklas, walau sumber inspirasinya tetap sama: Santo Nikolas.

2. Santa Clause: Iklan Coca Cola

Walau Santa Claus adalah juga terinspirasi oleh Sinterklas, banyak kalangan yang meyakini bahwa Santa Claus bukanlah Sinterklas. Santa Claus yang sosoknya banyak bermunculan di musim natal di Indonesia sering diyakini sebagai hasil kreasi sebuah perusahaan mninuman bersoda Coca-Cola.

Karakter ini digambar dan disain oleh seorang ahli lukis bernama Haddon Sundblom atas pemintaan Coca-Cola untuk promo peningkatan penjualan di musim liburan. Maka lahirlah tokoh Santa Claus, yang digambarkan sebagai kakek berjubah merah berjanggut putih naik kereta yang ditarik rusa dari kutub utara. Tentu saja ini 100% cerita kartun alias dongeng sejati.

Namun dari sisi marketing, nampaknya pihak Coca cola berhasil. Sebab karakter ciptaannya menjadi "icon" natal di seluruh dunia. Di pusat-pusat perbelanjaan di bulan Desember, banyak perusahaan yang biasanya menggunakan badut lucu, kemudian untuk selama Desember menggantinya dengan karakter Santa Claus ini.

Tidak terkecuali di negeri kita. Beberapa perusahaan retail dan pengelola mal juga latah ikut-ikutan menampilkan sosok ini. Parah, ada saja bos yang mewajibkan karyawannya yang nota bene muslim untuk mengenakan pakaian khas badut ini, setidaknya topi merah panjangnya.

3. Sikap Vatikan

Walaupun Sinterklas merupakan gambaran dari seorang uskup gereja Katolik, Paus tidak yakin akan kebenarannya karena pada kenyataannya lebih banyak dongeng atau khayalan yang dibuat mengenai Sinterklas, bahkan juga tercampur dengan berbagai kepercayaan dan budaya.

Pada 1970 Vatikan menghapus dan mencoret nama Sinterklas dari daftar orang-orang suci, tetapi karena banyaknya protes yang berdatangan, akhirnya Vatikan memberikan kelonggaran dan kebebasan untuk memilih apakah Sinterklas termasuk orang suci atau bukan diserahkan kepada diri masing-masing, tetapi secara resmi Sinterklas bukan termasuk orang yang dianggap suci lagi.

B. Pandangan Syariat Islam Atas Pakaian Santa Claus

Lepas apakah sosok Santa Claus ini hanya rekaan atau asli, tetapi yang jelas seluruh dunia mengenalnya sebagai icon perayaan natal. Posisinya sejajar dengan pohon natal, kayu salib, patung nabi Isa, patung Maryam, lilin-lilin natal dan lainnya. Semua termasuk atribut khas agama Kristen.

Oleh karena itu bila tanpa alasan atau udzur yang syar'i, hukum mengenakannya secara sengaja tentu diharamkan. Dan keharaman mengenakan pakaian yang menyerupai pakaian orang-orang kafir didasarkan dari salah satu sabda Rasulullah SAW :

"Siapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk bagian dari kaum itu." (HR. Abu Daud )

Selain itu juga ada hadits lainnya dimana beliau meminta para shahabatnya untuk berpenampilan lain yang tidak menyerupai orang-orang yahudi.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya orang-orang Yahudi tidak mau menyemir rambut, karena itu berbedalah kamu dengan mereka.” (HR. Bukhari)

Semua ulama sepakat mengharamkan, namun mereka berbeda dalam intensitas keharamannya. Sebagian berpendapat sekedar haram saja, namun ada sebagian yang lain menyatakan bahwa tindakan itu bukan sekedar haram, tetapi juga melahirkan kekafiran.

1. Kafir


Mazhab Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah dan Asy-Syafi’iyah sepakat bahwa seorang muslim yang sudah tahu aturan ini dan secara sengaja mengenakan kostum khas pemeluk agama lain tanpa alasan yang syar’i hukumnya kafir.

Dasarnya adalah hadits di atas yang secara tegas menyebutkan kekafiran dengan kalimat: dia adalah bagian dari mereka.

Selain itu karena pakaian khas orang kafir adalah tanda kekufuran. Dan tidak ada orang yang mengenakannya kecuali memang dia tahu resiko akan dianggap sebagai orang kafir. Seorang yang secara sengaja mengenakan topi khas pemeluk agama Majusi di atas kepalanya, hukumnya kafir secara zhahir.

Namun ada pengecualian, yaitu apabila dia mengenakannya karena ada unsur kedharuratan, atau karena terpaksa dimana saat itu tidak ada lagi pakaian selain pakaian khas orang kafir, sementara keadaan sangat dingin, atau sangat panas.

Dan juga bukan karena sebuah strategi dalam peperangan, dimana prinsipnya perang itu adalah tipu daya, maka hukumnya boleh. Rasulullah SAW bersabda :

Dari Jabir bin Abdillah bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Sesungguhnya perang itu adalah tipu daya”.

2. Haram

Sedangkan mazhab Al-Hanabilah tidak mengkafirkan seorang muslim yang mengenakan pakaian khas orang kafir, mereka hanya mengharamkan saja.

Al-Buhuty berkata bahwa bila seorang muslim mengenakan pakaian yang menjadi ciri khas agama tertentu, misalnya dia mengenakan kalung salib, maka hukumnya haram, namun dia sendiri tidak bisa dikatakan kafir.

Dan sebagian dari mazhab Al-Hanafiyah dalam salah satu qaul juga tidak mengkafirkan orang yang mengenakan pakaian khas orang kafir, tetapi hatinya masih tetap bertauhid dan lisannya masih tetap mengaku muslim.

Al-Imam Abu Hanifah sendiri mengatakan bahwa seseorang tidak akan keluar dari agama Islam kecuali melalui pintu masuknya. Ketika seorang masuk Islam harus melewati pintu mengucapkan dua kalimat syahadat, maka untuk bisa dikatakan kafir dia harus mencabut pernyataannya itu. Kalau baru sekedar memakai pakaian khas orang kafir, belum sampai mengeluarkannya dari agama Islam.[1]

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

[1] Al-Fatawa Al-Bazzaziyah bil Hamisy Al-Fatawa Al-Hindiyah jilid 6 halaman 332

Sumber:
http://www.rumahfiqih.com/x.php?id=1418640436
http://www.pkspiyungan.org/2014/12/tinjauan-syariah-hukum-memakai-atribut.html





Demikianlah Artikel ::: Tinjauan Syariah Hukum Memakai Atribut Natal Bagi Muslim :::

Sekianlah artikel ::: Tinjauan Syariah Hukum Memakai Atribut Natal Bagi Muslim ::: kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel ::: Tinjauan Syariah Hukum Memakai Atribut Natal Bagi Muslim ::: dengan alamat link http://informasiuntukmuslim.blogspot.com/2016/12/tinjauan-syariah-hukum-memakai-atribut.html

0 Response to "::: Tinjauan Syariah Hukum Memakai Atribut Natal Bagi Muslim :::"

Post a Comment